"Menatap jalan setapak
Bertanya - tanya sampai kapankah berakhir
Mereguk nikmat coklat susu
Menjalin persahabatan dalam hangatnya tenda
Bersama sahabat mencari damai
Mengasah pribadi mengukir cinta"
Sebait lagu Dewa 19 berjudul "MAHAMERU" itulah yang membulatkan tekadku untuk berkunjung ke Gunung Semeru (28-31 Agustus 2012). Dengan persiapan yang terbilang mepet seusai puasa Ramadhan dan ditambah baru saja kehilangan seorang Kakek satu-satunya 4 hari sebelumnya tidak menyurutkan semangatku merasakan langsung pesona alam disana. Ya sekalian membuang rasa sedih di hati, dengan mengenang Beliau dari Puncak Mahameru nantinya...
Tepat pada tanggal 28 Agustus 2012, aku bersama 4 orang kawanku lainnya, Cumba, Yohan, Adit, Dukha berangkat dari Terminal Bungurasih pukul 06.00 menuju Terminal Arjosari Malang mengendarai Bus Tentram. Dari Arjosari, kami oper naik angkot jurusan Pasar Tumpang. Sesampainya di Pasar Tumpang, konser keroncong di perut kami tak tertahankan lagi dan harus segera dipadamkan. Jadilah kami mampir ke sebuah Warung bernama"MAHAMERU Mbak Bad". Haha, nama yang sesuai dengan tema perjalanan kami kali ini.
di atas angkot menuju Tumpang |
warung MAHAMERU Mbak Bad :D |
Tak lama berselang datang 2 orang laki-laki menghampiri kami, yang tak lain sesama pendaki yang juga akan ke Ranu Pani, mereka berasal dari Solo. Mereka menawarkan bareng dengan mobil jeep yang sudah mereka pesan. Untuk menuju Ranu Pani, mau tidak mau memang kami harus menyewa Mobil Jeep, dan biasanya mobil Jeep ini diisi maksimal 15 orang dengan biaya @Rp. 35.000,-. Di dekat mobil jeep sudah menunggu 3 orang kawan dari Solo lainnya dan juga 3 kawan baru dari Bogor 2 diantaranya adalah cewek bernama Dilla dan Septi. Dan berangkatlah kami...
Pose dulu di pertengahan jalan sebelum sampai di Ranu Pani |
Pemandangan disekitar tempat kami istirahat lumayan mempesona lho... |
Bersama Bro Dluha, pose di atas jeep |
Siang hari (sorry lupa gak liat jam) akhirnya kami sampai di Ranu Pani. Yohan selaku team leader kami segera mengurus perijinan ke petugas pos.
Tepat pukul 13.00 wib kami berangkat menuju Ranu Kumbolo, perjalanan lumayan "terasa" disebabkan karena sudah lama kaki-kaki ini selalu dimanjakan oleh kehadiran sepeda motor. Peluh mulai membasahi baju ini, tiap pos kami gunakan untuk parkir sejenak membasahi kerongkongan dengan seteguk air putih yang kami bawa. Indahnya pemandangan pegunungan sudah mulai tampak di hadapan kami.
Menjelang pukul setengah 6 sore, dari kejauhan mulai tampak Danau Ranu Kumbolo, tempat kami akan menginap malam ini. Sungguh lega rasanya melihat danau tersebut dari kejauhan, seakan semangat kembali terpompa, dan rasa lelah menjadi hilang seketika...
Sesampainya di Ranu Kumbolo, kami segera mendirikan tenda, berlomba dengan waktu yang semakin malam dan semakin dingin. Kami memilih lokasi tepat di barat danau, dengan tujuan agar esok pagi kami dapat menikmati matahari terbit tepat dari depan Ranu Kumbolo :) . Malam pertama ini begitu dingin, maklum kami biasanya hidup di Surabaya dengan suhu panas. Untuk menghangatkan badan, kami bergabung dengan tetangga sebelah tenda yang sudah menyalakan api unggun, ternyata mereka rombongan dari Jakarta. Bertambah lagi kawan kami :). Setelah makan malam, kami putuskan untuk segera tidur, agar rasa lelah di tubuh ini segera hilang, dan esok pagi bisa melanjutkan perjalanan dan tidak bangun kesiangan untuk menikmati matahari terbit di Ranu Kumbolo. Good Night... :)
Pukul 5 pagi, kami terjaga, dan segera keluar tenda. Sebenarnya tubuh ini masih enggan diajak bangun karena hawa dingin yang mampu menerjang tenda dan sleeping bag kami. Tapi, tetap sholat subuh jauh lebih penting dong, jadi gak boleh malas..,apalagi sebentar lagi matahari mau terbit, jangan sampai ketinggalan gak di abadikan, hehe... :D
Indah sekali pagi ini, kabut menyelimuti tubuh ini menyambut datangnya sang mentari. Kupandangi sekeliling, pohon-pohon seakan bergerak menarikan tarian damai. Bukit teletubbies di belakang yang rumputnya kecoklatan pun menambah damai pagi ini. dan yang tak terlupakan adalah canda tawa bersama kawan-kawan, sambil menikmati secangkir coklat susu duduk bersama menghadap danau. Oh, betapa indahnya nikmat-Mu ya Allah... :)
Setelah makan kami segera packing dan bersih-bersih. Pukul 9 lebih sedikit kami melanjutkan perjalanan menuju Kalimati. Pos kalimati biasanya dipakai oleh para pendaki untuk nge-camp di hari ke 2, sedang pada malam harinya biasanya langsung lanjut berjalan menuju puncak.
Pada bagian Barat danau, terdapat sebuah bukit tinggi menjulang. Bukit
ini merupakan bagian dari rute pendakian ke arah puncak, kemiringan
tidak kurang dari 45 derajat dan merupakan rute tanjakan yang landai
tapi panjang. Ada yang menarik di sini, ternyata tanjakan tersebut
memiliki julukan yaitu Tanjakan Cinta.
Julukan tersebut lantaran ada mitos yang beredar di kalangan pendaki. Menurut beberapa sumber mitos ini lahir dari kisah tragedi dua sejoli yang sudah bertunangan saat mendaki tanjakan tersebut.
Konon, waktu itu, si cowok melewati tanjakan tersebut lebih dulu. Sementara calon istrinya kepayahan naik tanjakan itu, cowok tadi cuma melihat dari atas sambil foto-foto. Naas, pendaki cewek ini tiba-tiba pingsan dan jatuh terguling ke bawah, kemudian tewas.
"Barang siapa yang bisa terus berjalan tanpa berhenti hingga di atas bukit dan tanpa menoleh ke belakang, jika sedang jatuh cinta akan berakhir bahagia, itulah mitos tanjakan cinta," tutur salah seorang sopir jeep setempat.
Butuh tenaga ekstra untuk melewati tanjakan ini tanpa berhenti apalagi sambil mengangkat berat beban yang kita bawa,setelah sampai di ujung tanjakan cinta rasa lelah kita serasa hilang karena melihat indahnya Ranu Kumbolo yang membisu dikelilingi hamparan rumput dan pepohonan yang menghijau.
berpose bersama di depan Pos Resort Ranu Pani |
inilah Ranu Pani... :) |
Tepat pukul 13.00 wib kami berangkat menuju Ranu Kumbolo, perjalanan lumayan "terasa" disebabkan karena sudah lama kaki-kaki ini selalu dimanjakan oleh kehadiran sepeda motor. Peluh mulai membasahi baju ini, tiap pos kami gunakan untuk parkir sejenak membasahi kerongkongan dengan seteguk air putih yang kami bawa. Indahnya pemandangan pegunungan sudah mulai tampak di hadapan kami.
Gerbang Selamat Datang menyambut kami :) |
istirahat di POS 1 |
berjalan sambil menikmati pemandangan sekitar, agar tak terasa lelah |
istirahat lagi rekkk......,hehe.... |
melintasi jembatan kecil di tengah hutan, dalam keadaan berkabut... |
sampai di POS 3, yang ternyata sudah dalam keadaan ambruk |
Menjelang pukul setengah 6 sore, dari kejauhan mulai tampak Danau Ranu Kumbolo, tempat kami akan menginap malam ini. Sungguh lega rasanya melihat danau tersebut dari kejauhan, seakan semangat kembali terpompa, dan rasa lelah menjadi hilang seketika...
alhamdulillah ya Allah.... |
malam gelap gulita tertutup kabut yang mulai turun di Ranu Kumbolo |
Tidur dengan posisi "krunthelan pindhang" ala arek2, aku sendiri kebagian tidur di teras tenda...,nasib...,nasib...,hehe... |
masih disini, menunggu pagi |
matahari mulai muncul, tapi sayang terhalang kabut |
mataharinya mana ya... |
indah sekali pagi ini, aku pasti akan merindukan Ranu Kumbolo di pagi hari. |
secangkir coklat susu di pagi hari... :) |
bersama Filippo, teman baru yang berasal dari Italia |
5 serangkai pose di depan Ranu Kumbolo sebelum lanjut ke Kalimati. |
Julukan tersebut lantaran ada mitos yang beredar di kalangan pendaki. Menurut beberapa sumber mitos ini lahir dari kisah tragedi dua sejoli yang sudah bertunangan saat mendaki tanjakan tersebut.
Konon, waktu itu, si cowok melewati tanjakan tersebut lebih dulu. Sementara calon istrinya kepayahan naik tanjakan itu, cowok tadi cuma melihat dari atas sambil foto-foto. Naas, pendaki cewek ini tiba-tiba pingsan dan jatuh terguling ke bawah, kemudian tewas.
"Barang siapa yang bisa terus berjalan tanpa berhenti hingga di atas bukit dan tanpa menoleh ke belakang, jika sedang jatuh cinta akan berakhir bahagia, itulah mitos tanjakan cinta," tutur salah seorang sopir jeep setempat.
Butuh tenaga ekstra untuk melewati tanjakan ini tanpa berhenti apalagi sambil mengangkat berat beban yang kita bawa,setelah sampai di ujung tanjakan cinta rasa lelah kita serasa hilang karena melihat indahnya Ranu Kumbolo yang membisu dikelilingi hamparan rumput dan pepohonan yang menghijau.
inilah pemandangan setelah sampai di atas tanjakan cinta, sungguh elok sekali lukisan Allah ini... :) |
Bukan sekedar mendaki, namun para pendaki yang punya hobi memancing tak
pernah melewatkan membawa pancing untuk sekedar melepas hobi di telaga
yang memiliki luas 14 hektar yang dikelilingi bukit hijau dengan
pohon-pohon cemara dan padang rumput.
Setelah melewati Tanjakan Cinta, selanjutnya kami harus turun melintasi hamparan padang rumput yang biasa disebut Oro-Oro Ombo.
Sesampainya di Cemoro Kandang, kami beristirahat sejenak. Disana kami bertemu 3 pendaki yang baru saja turun dari atas. Mereka bercerita bahwa suhu di Arcapada semalam sangat dingin. Ternyata mereka nekat ngecamp disana. Dan sebelum melanjutkan perjalanan, mereka memberi semangat kepada kami sama seperti ketika berpapasan sesama pendaki yang lain. Hal inilah yang aku suka dari mendaki gunung. saling sapa dan rasa kekeluargaan antar pendaki begitu kuat terasa, baik ketika berpapasan maupun ngecamp bersama. Hal-hal inilah yang tak ku temui ketika di kota. Manusia-manusia di kota seakan hidup di antara nafsu duniawi dan keegoisan pribadi. Contoh kecil nih ya, ketika kita berada di trafic light. Lampu belum hijau, tapi para pengemudi mobil dengan seenaknya main klakson, dan dengan arogannya memarahi pengemudi di depannya ketika kendaraan di depannya tak menyegerakan menggerakkan kendaraannya, padahal lampu hijau baru menyala tak sampai sepersekian detik. Seakan akan mereka dikejar oleh waktu. Salip sana salip sini seenaknya sendiri tanpa ada yang mau mengalah. Tidak seperti di gunung, para pendaki saling mengalah. Biasanya pendaki yang baru turun dari atas akan berhenti dan memberi jalan kepada pendaki yang baru akan naik, mengingat jalan yang digunakan sempit dan jurang mengapit di sisi jalan. Selain itu jalan mendaki jauh lebih berat daripada jalan menurun, jadi biasanya pendaki yang turun mendahulukan yang akan naik. Sungguh suatu bentuk toleransi yang sangat mulia kawan... :)
Kembali kuingat bait lagu Mahameru:
Setelah melewati Tanjakan Cinta, selanjutnya kami harus turun melintasi hamparan padang rumput yang biasa disebut Oro-Oro Ombo.
awas ada scream :D |
Sesampainya di Cemoro Kandang, kami beristirahat sejenak. Disana kami bertemu 3 pendaki yang baru saja turun dari atas. Mereka bercerita bahwa suhu di Arcapada semalam sangat dingin. Ternyata mereka nekat ngecamp disana. Dan sebelum melanjutkan perjalanan, mereka memberi semangat kepada kami sama seperti ketika berpapasan sesama pendaki yang lain. Hal inilah yang aku suka dari mendaki gunung. saling sapa dan rasa kekeluargaan antar pendaki begitu kuat terasa, baik ketika berpapasan maupun ngecamp bersama. Hal-hal inilah yang tak ku temui ketika di kota. Manusia-manusia di kota seakan hidup di antara nafsu duniawi dan keegoisan pribadi. Contoh kecil nih ya, ketika kita berada di trafic light. Lampu belum hijau, tapi para pengemudi mobil dengan seenaknya main klakson, dan dengan arogannya memarahi pengemudi di depannya ketika kendaraan di depannya tak menyegerakan menggerakkan kendaraannya, padahal lampu hijau baru menyala tak sampai sepersekian detik. Seakan akan mereka dikejar oleh waktu. Salip sana salip sini seenaknya sendiri tanpa ada yang mau mengalah. Tidak seperti di gunung, para pendaki saling mengalah. Biasanya pendaki yang baru turun dari atas akan berhenti dan memberi jalan kepada pendaki yang baru akan naik, mengingat jalan yang digunakan sempit dan jurang mengapit di sisi jalan. Selain itu jalan mendaki jauh lebih berat daripada jalan menurun, jadi biasanya pendaki yang turun mendahulukan yang akan naik. Sungguh suatu bentuk toleransi yang sangat mulia kawan... :)
Kembali kuingat bait lagu Mahameru:
"Mahameru berikan damainya
Didalam beku Arcapada
Mahameru sampaikan sejuk embun hati
Mahameru basahi jiwaku yang kering
Mahameru sadarkan angkuhnya manusia
Puncak abadi para dewa... "
@Cemoro Kandang |
Sambil istirahat, jepret2 pohon sekitar, berasa kayak moto bunga sakura di Jepang :D |
Setelah berjalan kurang lebih 2,5 jam, puncak Mahameru mulai terlihat
dari kejauhan. Sungguh gunung yang terlihat kokoh dan gahar, batas
vegetasi juga semakin terlihat dari kejauhan. Yang di maksud batas
vegetasi adalah batas antara wilayah puncak gunung berisi material
pasir+ kerikil berbatasan dengan wilayah gunung yang masih ditumbuhi
oleh pepohonan.
Di tempat ini mulai terlihat hamparan pohon-pohon edelweis dengan
bunganya yang berwarna kuning. Menurutku, bunga edelweis di kawasan
Semeru ini memiliki ciri khas tersendiri dibanding edelweis di tempat
lain, yaitu bunganya memiliki aroma yang harum. Ketika kita berjalan di
dekatnya, kita dapat dengan mudah mencium aroma wangi dan segar
tersebut.
edelweis di sini harum :) |
Kira-kira jam 1 siang, kami sampai di Pos Kalimati. Kami segera membagi
tugas. Aku, Adit, dan Yohan mencari lokasi yang pas dan segera
mendirikan tenda, sedangkan Dlukha dan Cumba segera mencari persediaan
air di Sumber Mani. Sumber mani adalah satu-satunya sumber air di
wilayah Kalimati. Untuk menuju kesana membutuhkan waktu kira-kira 30
menit, jadi PP butuh waktu 1 jam ke tenda kita.
papan peringatan di Pos Kalimati |
Tenda telah berdiri, selagi menunggu Dlukha dan Cumba kembali, kami
memasak makan siang, alhamdulillah cadangan air masih mencukupi untuk
memasak. 1 Jam kemudian Dlukha dan cumba datang, makan siang juga sudah
jadi, akhirnya kami segera menyantap makan siang kami. Selesai makan,
gantian aku dan Adit mencari air di Sumber Mani untuk persiapan muncak
nanti malam. Setelah mencari air, sekitar jam 6 sore kami segera tidur
karena suhu udara semakin terasa dingin dan lagi ditambah terpaan angin
yang lumayan kencang di Kalimati.
Perjalanan mencari air ke Sumber Mani |
inilah sumber air satu-satunya di Kalimati, bernama Sumber Mani |
jadi tukang pijet dadakan, kaki si Dlukha kram, hehe... |
Jam 10 malam, alarm berbunyi tanda bahwa kami harus segera bersiap.
Sebelum berangkat, kami mengecek perlengkapan. Tas carrier ditinggal di
tenda, hanya 1 carrier yang di ikutsertakan muncak untuk tempat
roti+persediaan air selama muncak. Tak lupa head lamp juga kami bawam
Dan sebelum berangkat, kami menyantap nasi yang telah dipersiapkan sejak
siang, lauk sarden dirasa cukup untuk menambah tenaga malam ini. Hawa
dingin begitu terasa menembus kulit, tapi ini tak menyurutkan tekad
kami. Setelah berdoa, tepat jam 11 malam kami mulai berangkat menyusuri
jalan setapak. Ditengah perjalanan ada rombongan dari Unair yang
ternyata mengikuti jejak kami.
Bulan Purnama di atas lereng Mahameru |
Pukul 1 dini hari kami sampai di Arcopodo. Sejenak melepas lelah, kami
berkumpul di dekat api unggun yang masih menyala yang ternyata dibuat
oleh rombongan yang ngecamp disana. Wah, nekat sekali mereka ngecamp di
Arcopodo, batinku. Tak ingin terlalu lama bersantai-santai, kami
melanjutkan perjalanan, hingga akhirnya memasuki kawasan yang sering
disebut dengan BLANK 75. Adalah sebuah perpotongan jalan setapak yang
berada tepat di antara batas vegetasi ketika melewati Cemoro Tunggal.
Konon katanya di tempat ini banyak pendaki yang tersesat ataupun hilang
tak tau arah jalan pulang (nahloh, malah nyanyi...,hehehe...). Ditambah
lagi disekitar sini banyak ditemui papan petilasan (papan in memoriam)
untuk mengenang para korban tewas maupun hilang, sehingga semakin
menambah suasana menjadi sedikit mencekam waktu itu. Tapi, aku percaya
bahwa rombongan kami tidak sendiri, kami percaya Allah melindungi
perjalanan kami dengan niat yang mulia ini. :)
Jalur pendakian menuju puncak |
Salah satu petilasan yang banyak ditemukan di sekitar Blank 75 |
Sedikit demi sedikit aku melangkahkan kaki, maju 5 langkah tapi merosot
lagi 3 langkah. Medan pasir bercampur kerikil memang mempersulit untuk
melangkah, ditambah kemiringan lereng puncak ini yang bisa mencapai 50
derajat. Ketika terasa capek, aku dan kawan-kawan berhenti di lereng,
sambil menikmati pemandangan Kota Malang dan Lumajang di malam hari yang
terlihat berkelap kelip oleh lampu. Sedangkan dibawah sana, ternyata
tak hanya rombongan kami yang beranjak ke puncak, akan tetapi
rombongan-rombongan pendaki lain juga mulai tampak berbondong-bondong
naik terlihat seperti akan tawaf dengan senter di atas kepala
masing-masing, hehehe...
Sambil istirahat, kulirik jam ku, ternyata masih pukul 2 pagi. Badan
lelah ditambah hawa dingin membuat mata ini ingin tertidur. Tapi
buru-buru kutepis hal itu, karena sekali tertidur disuhu dingin seperti
ini, bisa-bisa kami terkena hipotermia, dan ditambah medan curam plus
angin malam yang semakin terasa kencang, bisa-bisa kami terjatuh ke
bawah gara-gara ketiduran.
Pukul 5 pagi, dari kejauhan langit sudah terlihat mulai berwarna jingga,
tanda sang surya akan segera muncul. Tapi menengok ke atas, ujung
puncak tak kunjung terlihat. Hal ini sedikit mempengaruhi pikiran kami.
Akankah perjalanan ini dicukupkan sampai lereng ini saja? Oh tidak,
buru-buru kubuang pikiran menyerah itu. Kukumpulkan semangat dan
pikiran-pikiran positif lainnya, karena ke Puncak Mahameru ini aku
membawa beragam misi. Jadi, sekali kaki melangkah naik pantang untuk
balik sebelum menyentuh puncak. Bismillah, aku mulai melangkahkan kaki
kembali setapak demi setapak dengan tas carrier di punggung.
Pukul setengah 7, kulihat Cumba dan Adit sudah hilang dari pandangan
mata, tanda bahwa mereka berdua sudah sampai duluan diatas. Kira-kira
kurang 100 meter lagi puncak akan tergapai. Kulihat Yohan dibawah sudah
kelelahan secara psikis, buru-buru kuteriaki supaya tetap semangat.
Akhirnya dia lanjut berjalan lagi. Sedangkan Dlukha sudah tak tampak dari
tadi jam 3 pagi, kudengar dari teman-teman yang lain bahwa dia tidak
melanjutkan perjalanan karena kakinya yang terkilir terasa sakit lagi.
Pukul 7, akhirnya cita-citaku merasakan pagi hari di puncak tertinggi di
Jawa tercapai. Alhamdulillah, Puncak Mahameru berhasil kujejaki bersama
kawan-kawanku. Pemandangan nan elok terhampar indah dari atas kami.
Pesawat terbang pun melintas di bawah kaki kami. Subhanallah...
Ditambah lagi kawah Semeru yang bernama Jonggring Saloka setiap 15 menit
sekali menghembuskan wedhus gembel, suaranya menggelegar mirip suara
mesin jet. Momen ini tak disia-siakan oleh para pendaki untuk
berfoto-foto.
Berikut ini adalah misi-misi ku yang dari awal sudah kurencanakan, perjalananku kali ini aku persembahkan untuk mereka:
Selamat Ulang Tahun Pernikahan Perak untuk Mama dan Papa, tanggal 19 Desember 2012 nanti... :) |
@Puncak Mahameru :) |
HAPPY GRADUATION BIREME'08, sukses selalu :) |
inilah petilasan Soe Hok Gie & Idhan Lubis |
background-nya indah banget cuy...... :D |
Menghadap Kawah Jonggring Saloko |
Kawah Jonggring Saloko ketika menghembuskan Wedhus Gembel |
Pukul 8 pagi lebih sedikit, kami bergegas turun. Kami tak ingin sampai
terkena racun gara-gara tak mematuhi larangan untuk turun sebelum jam 10
pagi. Medan turun ternyata jauh lebih mudah daripada naik. Untuk naik
semalam membutuhkan waktu 8 jam, sedangkan untuk turun tak sampai
setengah jam, karena untuk turun kami cukup meluncur dari atas ke bawah
seperti atlet ski profesional, hehe...
Sampai di tenda sekitar jam 11 siang, stelah masak dan makan kami pun
tidur untuk melepas lelah. Pukul 2 siang kami packing bersiap
meninggalkan Kalimati untuk kembali ke Ranu Kumbolo. Jam 3 sore kami
berangkat.
Kondisi pada saat turun dari puncak, sangat berdebu |
bongkar tenda, packing, terus kembali ke Ranu Kumbolo |
pose dulu sebelum meninggalkan Kalimati |
Mahameru, we will miss u... |
Pukul 6 sore, akhirnya kami sampai di Ranu Kumbolo, segera kami dirikan
tenda, dan si Yohan memasak didalam tenda. Suhu malam ini terasa lebih
dingin dari hari pertama lalu. Kabut terlihat turun dibawah terpaan
sinar bulan purnama, menambah suasana menjadi semakin dingin. Tapi,
keceriaan di dalam tenda pada waktu itu sungguh tak tergantikan, kami
berbagi keseruan di balik tenda sambil mendengarkan lagu DEWA 19 yang
berjudul MAHAMERU. Hingga akhirnya kami tertidur malam itu.
Bertanya - tanya sampai kapankah berakhir"Menatap jalan setapak
Bertanya - tanya sampai kapankah berakhir
Mereguk nikmat coklat susu
Menjalin persahabatan dalam hangatnya tenda
Bersama sahabat mencari damai
Mengasah pribadi mengukir cinta"Menatap jalan setapak
Mereguk nikmat coklat susu
Menjalin persahabatan dalam hangatnya tenda
Bersama sahabat mencari damai
Mengasah pribadi mengukir cinta
istirahat di Oro-Oro Ombo, Ranu Kumbolo ada di balik bukit... :) |
Pukul 5 pagi, aku terbangun gara-gara hawa dingin terasa menembus
sleeping bag ku lebih dingin dari sebelumnya. Langit-langit tenda juga
terlihat basah oleh butiran embun. Aku segera keluar tenda, dan apa yang
terlihat diluar sungguh luar biasa menakjubkan. Di sepatuku terlihat
banyak bunga es. Air minum kami pun beku menjadi es batu. Sampai-sampai,
celana boxer tetangga kami pun beku seperti peyek gara-gara semalaman
dijemur di luar, hahahaha... Dan, tahukah berapa suhu pada pagi itu??? ternyata luar biasa lebih dingin daripada hari pertama! tembus minus 5 derajat Celcius kawan!
Sungguh pengalaman luar biasa.
brrrrr....,gila bener..., minus 5,2 derajat Celcius Rek...! hehe... |
putih-putih itu adalah bunga es yang menempel di sepatu :D |
es batu |
Es Batu Ranu Kumbolo :D |
boxer jadi peyek gara-gara semalaman di jemur diluar dalam suhu dingin :D |
matahari terbit di Ranu Kumbolo, dihari ke 4 kami di Semeru |
sisi lain Ranu Kumbolo |
Papan penunjuk lokasi Ranu Kumbolo |
bersantai bersama kawan sembari menikmati pesona Ranu Kumbolo :) |
Masak rame-rame seru lho.... |
nunggu teman-teman kumpul sebelum makan |
Sarapan pagi dulu, biar kuat jalan sampai Ranu Pani :D |
Pukul 10 pagi, kami packing dan lanjut turun ke Ranu Pani. Sepanjang
perjalanan, senyum terus terpancar diwajah ini. Benar-benar pengalaman
berharga, tak mungkin terlupakan. Di jalan kami berpapasan dengan
rombongan pendakian massal dari Semarang, jumlahnya sekitar 100an orang.
Pasukan siap meluncur turun |
Ranu Kumbolo, semoga suatu saat nanti kami bisa kembali ke sini, mengenang kenangan indah ini bersamamu :) |
Pukul 1 siang akhirnya kami sampai di Pos Ranu Pani, setelah melapor ke
petugas Pos dan menyerhakan sampah yang kami bawa segera kami meluncur
ke Bakso Malang yang telah kami idam-idamkan sejak dari atas kemarin,
tak lupa juga aku membeli souvenir di sekitar pos. Sebelum meninggalkan
Ranu Pani, ku sempatkan mengukir tulisan BIREME'08 di papan vandalisme
yang ada di samping pos Ranu Pani, anggap saja ini kenang-kenangan
seandainya suatu saat nanti kami kembali kesana, atau ada teman kami
yang lain juga mendaki kesana maka akan dapat mengingatkan akan
persaudaraan yang telah terjalin selama ini. :)
pose sebelum sampai Ranu Pani |
corat-coret di Papan Vandalisme :D |
BIREME'08, seduluran saklawase :) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar